Akhirnya berakhir petualangan motor gw, The Cat, di Sai Bumi Ruwa Jurai Lampung dan dimulailah petualangan baru di Bumi Sriwijaya Palembang! Lho kok begitu? Iya, namanya gw masih kuli yang masih punya mandor.. Terpaksa ngikut kata mandor juga lah.. Kebetulan disuruh pindah ke Palembang baru-baru ini.. Jadilah terpaksa gw mengakhiri jejak gw selama 4 tahun di Lampung, daerah yang terkenal dengan gajahnya ini dan mulai proyek baru lagi di kota pempek.. Eh gimana kalo Lampung dan Palembang digabung ya? Makanan khasnya mungkin pempek gajah.
Berhubung barang bawaan gw banyak, ga mungkin gw nunggangin motor gw dari Lampung sampai Palembang.. Kebetulan sih dapet mobil dinas yang bisa bantu anter-anter. Pas banget nih.. Ga usah bayar kargo buat ngirim motor.. Ini foto motor gw waktu dimasukin ke mobil Avanza punya kantor. Kaget juga ternyata muat dengan gampangnya. Cuma perlu ngendorin baut pemegang setang supaya setangnya bisa ditidurin dikit dan supirnya terpaksa duduk di tempat ban serep di belakang. Jangan lupa setirnya dipindah ke belakang juga ya.
Agak sedih sih ninggalin Bandar Lampung.. Selama 4 tahun di sana, gw udah punya banyak kenalan bengkel.. mulai dari bengkel motor sampai bubut. Bisa dibilang motor gw ga akan kayak sekarang kalau gw ga kenal bengkel-bengkel tersebut. Yah.. tapi apa boleh buat. Sepertinya gw harus merintis lagi cari bengkel-bengkel yang oke di daerah Palembang.. Mungkin ada wong kito yang bisa bantu kasih referensi bengkel yang oke? Bengkel ngoprek motor, bengkel bubut dan lain-lain.. Tidak harus besar.. yang penting sehati dalam urusan semangat modif dan ga takut dikasih tantangan dan senang bereksperimen..
Oh iya, berhubung di Palembang ini gw bakal sibuk banget.. Rasanya urusan modif akan agak berkurang.. apalagi gw juga belum ada kenalan bengkel yang asik di sini. Jadi sori ya kalau update blognya agak jarang..
edit:
Gw bikin postingan ini harapannya sih ada bikers-bikers Palembang yang ngasih komentar dan ngasih petunjuk bengkel-bengkel motor yang asik.. Buat yang mau ngajak kenalan juga, PAYO!
"Apakah turbo RHB32 terlalu besar untuk mesin Tiger gw yang 200cc? Perlukah diganti dengan RHB31 yang lebih kecil?"
Jawab:
"Semua tergantung dari target boost, horsepower, target RPM untuk mulai boost dan banyak variabel lainnya"
Penjabaran:
Dari file datalog aplikasi Shadow Dash MS untuk mesin Tiger gw yang sudah aktif turbonya, ini sebagian kecil hasil capture-nya setelah filenya dibuka dengan aplikasi Excel di PC.
Bisa dilihat di atas bahwa data log berisikan seluruh parameter yang mempengaruhi kinerja mesin. Kalau sudah tahu begini, data log bisa menjadi alat yang cukup powerful untuk analisis kinerja mesin dan efektifitas dari hasil tuning kita. Untuk judul-judul kolom yang ada di atas, berikut keterangannya:
- Time: berfungsi sebagai time stamp alias untuk patokan waktu dari data log
- SecL: sama aja dengan Time.. intinya untuk memudahkan kita melihat kapan suatu kejadian terjadi dari sebuah data log
- RPM/100 adalah besarnya RPM mesin dibagi 100. Kok dibagi 100? Supaya mempermudah kita karena biasanya kita tidak perlu tahu RPM mesin secara presisi. Contohnya, pentingkah untuk tahu apakah mesin sedang langsam di 920 atau 930 RPM? Ga terlalu penting kan? Yang penting mesin bisa langsam di sekitar 900 RPM sudah cukup. 920 ataupun 930, kalau dibagi dengan 100, hasilnya tetap 9 kan?
- MAP atau Manifold Absolute Pressure adalah nilai tekanan udara di dalam intake dengan satuan kPa.
- TP atau Throttle Position adalah besaran bukaan derajat skep gas.
- O2 adalah hasil pembacaan dari output sensor oksigen yang menunjukkan seberapa rasio campuran bensin dan udara yang diinjeksikan ke mesin (Air to Fuel Ratio atau AFR)
- MAT atau Manifold Air Temperature adalah suhu udara di dalam intake dalam Celcius
- CLT atau Coolant Temperature adalah suhu cairan pendingin. Kalau kasus gw adalah suhu oli mesin karena Tiger gw ga ada radiator.
- Engine Bits adalah status mesin saat ini. Contohnya bit 1 berarti mesin sedang berputar normal. Contoh lain bit 17 berarti sedang dalam kondisi akselerasi, bit 33 berarti sedang dalam kondisi deselerasi (angkat gas). Gunanya untuk memastikan kita tidak menganalisa dalam kondisi mesin yang salah. Misalnya kita mau analisis AFR saat sedang akselerasi. Kita harus memastikan kita hanya menganalisis AFR tersebut saat engine bitnya menunjukkan nilai 17.
- dan masih banyak parameter lain dari data log ini yang kalau dijelasin satu-satu bisa bikin kerjaan utama gw ga kelar-kelar..
Dari data log di atas, gw bikin grafik sebagai berikut pakai Pivot Chart Excel khusus untuk parameter RPM/100 dan MAP aja.. Kenapa? Karena gw cuma pengen analisis boost turbo aja..
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di sini:
Pertama, gw sempat mematikan mesinnya supaya bisa tahu nilai tekanan atmosfir lingkungan. Cek di bagian kiri grafiknya saat RPM = 0 (grafik garis merah menunjukkan nilai nol). Bisa terlihat bahwa bacaan MAP stabil di 99 kPa (grafik garis biru). Nilai tersebut adalah tekanan atmosfir lingkungan.
Kedua, ternyata turbo gw sudah sukses bisa ngeboost. Tahu dari mana? Cari garis grafik MAP yang nilainya di atas tekanan atmosfir lingkungan yang 99 kPa. Kita sudah tahu bahwa nilai bacaan MAP tidak mungkin lebih tinggi dari atmosfir kecuali turbonya sedang ngeboost. Ada ga garis grafik MAP gw yang nilainya di atas 99 kPa? Ada kan? berarti turbonya sukses ngeboost..
Ketiga, ternyata turbo gw mulai ngeboost di sekitar 5500 RPM. Cek bacaan MAP saat mulai melebihi 99 kPa, tarik garis lurus ke bawah dan cek nilai RPM mesinnya, sekitar 5500 RPM kan?
Kalau bicara apakah turbo gw sudah berfungsi, jawabannya sudah.. Masalahnya, apakah berfungsi dengan efisien? Coba cek lagi grafik di atas.. Nilai MAP saat RPM gw hampir 8000 RPM hanya sekitar 115 kPa atau dengan kata lain turbo gw baru ngeboost sekitar 0.15 Bar. Gw ragu apakah turbonya bisa mencapai 150 kPa atau 0.5 Bar walaupun putaran mesinnya gw naikin sampai 10000 RPM alias red line untuk mesin standar Tiger. Kasus ini namanya turbo lag yang terlalu besar.. Apa obatnya? Sebelum mengklaim bahwa turbo yang gw pakai terlalu besar (cek pertanyaan awal di posting gw ini), gw perlu pastikan dulu bahwa memang tidak ada masalah di sistem turbo gw. Turbo lag bisa dikurangi asal memang tidak ada boost leak alias kebocoran udara di salah satu jalur turbo dan jalur knalpotnya benar-benar bebas hambatan. Jadi.. PR gw berikutnya adalah ngecek apakah ada boost leak. Kalau tidak ada leak, gw akan coba untuk ngelepas knalpot gw seluruhnya supaya memastikan gas buangnya lebih plong.. Kalau lagnya berkurang, berarti knalpot gw terlalu restriktif alias terlalu menghambat. Kalau turbo lag-nya masih terlalu besar walaupun sudah lepas knalpot, berarti RHB32 memang terlalu besar untuk mesin Tiger gw..
Ini cuma contoh seberapa hebatnya data log. Kita bisa mencari anomali atau keanehan kinerja mesin dari situ. Semuanya cuma tergantung dari daya analisis dan imajinasi kita. Makanya, kalau disuruh pilih antara sistem injeksi atau karbu, gw pasti pilih injeksi terutama standalone yang bisa data log. Kenapa? Karena bakal lebih mudah untuk troubleshooting di mesin yang data pendukungnya lengkap..
Sori ya.. gw lagi males ngarang bebas.. Lagian udah jelas kok dari gambarnya. Tanpa banyak cincong, pantengin dah oil cooler baru si macan.. Jalur olinya: blok kopling ---> oil cooler ---> turbo ---> karter. Sengaja masuknya dari bawah dan keluar di atas supaya meminimalisir gelembung udara di dalam oil coolernya dan pendinginannya optimal.
Salah satu bagian penting yang bikin gw ga bisa begitu aja ngeboost mesin gw adalah di bagian ECU-nya sendiri, terutama di sensor Manifold Absolute Pressure (MAP). Buat yang ngikutin post gw yang ini, bakal paham kalau Vixion sudah punya MAP sensor bawaan di dalam modul MAQSnya. Kalau Yamaha sih nyebutnya IAPS alias Intake Air Pressure Sensor. Output MAP sensor Vixion adalah 20 - 101.32 kPa. Dari range output ini udah jelas kalau sensor bawaan Vixion ini tidak bisa membaca boost. Contohnya kalau kita bicara turbo yang ngeboost 0.5 Bar berarti tekanan di dalam manifoldnya naik menjadi sekitar 150 kPa, jelas kan angka ini jauh di atas range output MAP sensor Vixion?
Tekanan udara di dalam intake adalah salah satu parameter utama untuk menentukan jumlah bensin yang diinjeksikan. Untuk gampangnya, coba liat contoh Fuel Map di ECU Megasquirt yang disebut VE Table.
Biasanya saat langsam, tekanan udara di dalam intake berkisar 20-30 kPa (tergantung mesin sih, tapi kita ambil contoh aja ya..). Kalau langsamnya di sekitar 800 RPM, kita cek di VE Table saat tekanan intake 25 kP amaka nilai VE-nya adalah 13%. Nilai VE ini adalah patokan atau acuan waktu injeksi yang kita tentukan dulu di awal, misalnya kita set VE 100% = 10milisekon (ms). Jangan lupa, semakin lama waktu buka injektor, semakin banyak bensin yang disemprot ke mesin. Mengacu pada contoh di atas, berarti waktu buka injector saat langsam adalah 13% x 10ms = 1.3 ms.
Katakanlah kemudian kita jalankan mesinnya dengan kecepatan sedang hingga tekanan udara di intake naik ke 60 kPa dengan putaran mesin sekitar 3000 RPM. Dari tabel yang sama, nilai VE acuannya menjadi 69%. Hal ini berarti waktu buka injector menjadi 69% x 10ms = 6.9 ms. Jelas kan kenapa konsumsi bensin paling irit adalah saat langsam? Sebenernya yang paling irit sih saat putaran mesin 0 RPM alias dimatiin..
VE Table di atas juga nunjukin kalau mesin yang dipakai adalah non-turbo alias NA. Kenapa? Lihat nilai kPa max-nya di kolom kiri yang mentok di 100 kPa. Sudah gw sebut di atas, tekanan turbo 0.5 Bar aja berarti nilainya berkisar 150 kPa, jauh di atas 100 kPa. Mudah2an cukup jelas ya penjelasan gw kenapa MAP sensor Vixion ga bisa dipakai untuk turbo?
Solusi satu-satunya supaya ECU gw bisa ngebaca tekanan turbo adalah ganti MAP sensor. Kebetulan gw masih nyimpen MAP sensor bawaan Megasquirt yang tipe MPX4250. MAP sensor ini bisa membaca tekanan turbo hingga maksimal 2.5 Bar atau 350 kPa. Gw sendiri cuma berencana ngeboost sesuai actuator wastegate standar yang palingan cuma 0.5 Bar.. Jadi udah cukup tuh MPX4250 untuk aplikasi gw.
Proses ubahannya simpel, nyadap jalur MAP sensor aslinya dan digantikan dengan MPX4250.. Kira-kira gini ilustrasinya..
Ada tiga kabel yang perlu "dirusak" yaitu warna Biru (L), Pink/Putih (P/W) dan Hitam/Biru (B/L). Biru adalah tegangan 5V untuk acuan sensor, Pink/Putih adalah kabel output MAP sensor bawaan Vixion dan Hitam/Biru adalah ground sensor. Biru dan Hitam/Biru perlu dicabang untuk suplai ke MPX4250 sedangkan Pink/Putih perlu diputus untuk dialihkan ke output MPX4250. Berikut gambar-gambar prosesnya..
Pertama, si MPX4250 gw solder ke jack stereo 3.5mm..
Soket female pasangannya gw sambungin ke kabel sensor asli sesuai ilustrasi di atas.
Rapihin dan tutup pakai isolasi hitam, colokin si MPX4250 trus sambungin selang vakum dari intake ke MAP sensornya.
Selanjutnya masalah ngubah settingan ECU. Berhubung gw sebelumnya pakai Alpha-N (yang berarti waktu injeksi cuma ditentuin oleh derajat bukaan skep), sekarang gw harus pakai Hybrid Alpha-N (yang berarti waktu injeksi ditentuin oleh derajat bukaan skep DAN tekanan intake). Akibatnya, fuel map gw harus dituning ulang..
Berhubung sekarang ECU gw udah bisa ngebaca boost turbo, gw pede bisa nyambungin charge pipe turbonya ke throttle body tanpa khawatir ECUnya error di tengah jalan. Cuma modal permisi sama om Maman buat ngobrak-abrik bengkelnya nyari selang radiator bekas untuk karet sambungan dan klem 2 biji.. Jadi sekarang gw udah ngeboost mesin gw meskipun belum berani RPM tinggi karena takut injectornya tekor.
Tugas gw berikutnya tinggal upgrade injector dan pasang blow off valve supaya ada suara cuss-nya.. Gw udah tanya-tanya tapi sepertinya lagi abis stok. Yg gw cari injector MAXTREME warna Pink yang 12 lubang. Setau gw tipe ini flow ratenya paling besar, 50% lebih besar dari flowrate injector Vixion yang katanya 125 cc/menit. Kalau ada yang punya, kabarin gw ya..
Eh iya, satu lagi.. Dapat bonus dari om Maman buat kerjaan bikin wiring Jimny.. Nih dikasih Pivot Turbo Timer ama dia.. Haha lumayan. Ternyata dia tertarik juga liat motor turbo gw.. Kondisi si turbo timer perlu gw servis sih tapi mudah2an bisa gw hidupin deh.
Mimpi gw adalah bisa kerja sesuai hobi; gw ngerjain sesuatu yang jadi hobi gw dan ngedapetin bayaran dari situ. Berhubung rasanya susah nyari orang yang mau bayar gw tidur siang, sepertinya gw harus mengandalkan hobi yang satu lagi yaitu otomotif. Untuk saat ini sepertinya itu masih cuma sekedar angan-angan karena gw masih terjebak dalam rutinitas pekerjaan gw sekarang tapi beberapa hari lalu gw sempat mengecap sedikit nikmatnya mimpi gw ini. Eh.. sebelumnya, sori ya.. Postingan ini ga berbau roda dua. Gw sebenernya cuma pengen cerita kenapa kok Tiger gw ga ada kemajuan.. Alasannya ya bakal dibeberin di bawah ini..
Dari beberapa kali jadi pecandu bengkel bubut di daerah Rajabasa Lampung, gw sempat kenalan sama mas Gatot dan om Maman di sana beberapa bulan lalu. Mereka berdua hobinya maen jip offroad. Jangan heran, di Lampung ini kayaknya yang rame justru offroad. Menyesuaikan medan kali ya? Waktu di tukang bubut kayaknya mas Gatot lagi ngoprek gardan Jimnynya. Pas kebetulan lagi bawa mobil Charmant gw, dia ngeliat mesin gw trus wow sambil bilang "koprol!" saking kagumnya. Dari situ dia tau gw bisa ngerjain wiring mesin injeksi.
Bulan kemarin, pas lagi asik-asiknya ngoprek si Tiger, dapet telpon dari mas Gatot dan ditawarin kerjaan. Wih.. kerjaan apaan tuh? Gw disuruh ke bengkelnya om Maman (gw baru tahu om Maman punya bengkel pas waktu ini) dan disuruh melototin mie yamien kecap kusut ini..
Mie yamien ini dapet bonus bakso urat gede banget.. Nih baksonya..
Jadi intinya om Maman lagi ngeswap mesin Jimny pelanggannya dengan G15A (atau G15B ya? Pokoknya mesinnya distributorless 1500cc SOHC..). Gw diminta beresin kabelnya, ngebuangin yang ga perlu dan bikin wiringnya sampai mesinnya hidup. Wuih tantangan nih.. Gw ga pernah megang mesin Suzuki sebelumnya. Gw jadi tertarik pengen tahu bedanya di mana dengan 4A-GE yang di Charmant gw.
Gw ga langsung menyetujui tawarannya dan minta waktu semalem buat nyari literatur tentang mesin yang bakal diswap. Malemnya gw langsung buang-buang kuota internet untuk nyari manual dan skema wiring G15. Untung aja mesin ini termasuk populer dan emang sering dijadiin bahan swap. Gw nemu banyak dokumen PDF tentang mesin ini, salah satunya di sini. Link yang gw kasih barusan adalah bahan panduan swap G15B punya Baleno luar negeri ke Jimny Sierra. G15B kebetulan speknya mirip dengan mesin gw: pengapian sistem wasted-spark distributorless dengan MAP sensor, bukan AFM. PDF itu sih yang bikin gw pede mau nerima kerjaan ini. Akhirnya besoknya gw setuju buat bantuin bikin wiringnya. Sebenernya gw sempet nawarin untuk sekalian dipasang standalone Megasquirt aja.. tapi setelah ditimbang-timbang, kayaknya malah menggali kubur buat gw sendiri. Kenapa? Ga ada mesin dyno cuy di sini.. Gimana tuningnya? Akhirnya disepakati buat pakai ECU standarnya aja.
Gw bingung mau ngomong apa lagi.. Cerita tentang sensor-sensor di mesinnya aja kali ya? Gw paham sering kali orang udah ngeri duluan kalo ngomongin masalah mesin injeksi. Yang istilahnya sensor injeksi udah jadi momok yang bikin mamak jadi mumuk. Apaan sih.. Sebenernya injeksi itu ga sulit kok. Segala macam sensor-sensor itu dibuat untuk ngemudahin komputer mesin alias ECU untuk nentuin berapa banyak bensin yang diinjeksikan ke mesin dan berapa sudut pengapian yang diperluin.. Misalnya nih..
CKP adalah singkatan dari Crankshaft Position. Sensor ini fungsinya menentukan sudut putaran kruk as. Dari sensor ini, komputer bisa tahu kapan tiap silinder sedang berada dalam posisi TMA. Gunanya? Salah satu contohnya adalah untuk menentukan kapan koil harus memantik busi. Lucunya, sensor ini pada dasarnya sama aja dengan pulser di sepeda motor. Kalau sampai rusak dan ga nemu gantinya (atau kemahalan), coba aja diakalin pakai pulser motor. Cari pulser yang dudukannya enak dimodif, kayak punya Yamaha Crypton.
Kadang CKP sensor ditandem dengan CMP sensor seperti di mesin ini.
Dengan adanya CKP dan CMP alias Camshaft Position sensor, komputer juga bisa tahu fase langkah yang sedang dijalani oleh tiap-tiap silinder, entah itu hisap, kompresi, tenaga ataupun buang. Kalau sudah ada CMP sensor, biasanya sih mesinnya tipe injeksi sequential (alias synchronous). Apaan tuh? Sequential injection adalah sistem injeksi yang menyemprotkan tiap injektor secara sendiri-sendiri (tidak berbarengan) sesuai dengan posisi silindernya. Kalau hanya ada CKP tanpa CMP, tipe injeksinya tidak mungkin sequential. Kenapa? Karena komputer tidak punya cukup informasi untuk membaca langkah tiap silinder. Gampangnya, dengan hanya ada CKP, komputer cuma bisa tahu bahwa silinder 1 sedang mendekati posisi TMA.. tapi tidak tahu apakah pada langkah kompresi atau buang. Untuk tahu itu, butuh dibaca pada sudut putaran noken as alias lewat CMP. Ribet ya?
Di gambar di atas ada juga ECT yaitu Engine Coolant Temperature sensor. Dari namanya sudah jelas, fungsinya untuk membaca suhu air radiator. Ini yang jadi sensor utama buat komputer untuk memperkaya campuran bensin waktu start mesin dalam kondisi dingin. Inget dong yang namanya cuk alias choke karbu? Cuk itu kan fungsinya menghambat aliran udara sehingga campuran bensinnya lebih gemuk alias kaya. Hal ini mencegah mesin gampang mati waktu start pagi-pagi. Nah prinsipnya mirip dengan itu..
Mesin yang gw garap sistem pengapiannya distributorless dengan koil wasted spark. Lho kok tau? Cek lagi gambar di atas, bisa dilihat ada dua pasang koil. Kabel busi yang keluar dari koil pertama ngarah ke silinder 1 dan 4 sedangkan yang dari koil kedua ngarah ke silinder 2 dan 3. Kalau ECU mengirim sinyal picu ke koil pertama, busi di silinder 1 dan 4 akan hidup bersamaan. Lho kok begitu? Itu yang namanya wasted spark alias "percikan sia-sia". Piston di silinder 1 dan 4 kan gerak naik turunnya bersamaan, hanya saja kalau silinder 1 lagi langkah kompresi, silinder 4 berarti lagi langkah buang. Busi 1 dan 4 pun hidup bersamaan. Busi 1 akan membakar campuran bensin saat silinder 1 sedang kompresi dan busi 4 tidak akan membakar apa-apa karena isinya cuma gas buang alias terbuang alias sia-sia alias "wasted".
Udah bosen belum? Lanjut ya ke gambar di bawah ini..
Di bagian bawah ada ISC atau Idle Speed Controller. Bagian ini pada dasarnya mirip seperti solenoid idle up untuk AC mobil dan fungsinya untuk menjaga kestabilan langsam mesin. Di dalam ISC ada klep elektromagnet yang bukaannya diatur oleh ECU. Kebetulan untuk G15A yang gw pegang ini tipenya PWM alias Pulse Width Modulation. ISC tipe PWM bekerja dengan pulsa-pulsa pendek yang dikirim dari ECU. Semakin lebar pulsa yang dikirim ECU, klep ISCnya semakin terbuka lebar yang memungkinkan udara yang lewat lebih banyak dan efeknya akan menaikkan putaran langsam. Sebaliknya, semakin singkat pulsa yang dikirim, putaran langsam akan menurun. Prinsip kerjanya berbeda dengan Fast Idle Solenoid atau Idle Up Valve yang cuma sekedar buka saat on dan menutup saat off, tidak ada posisi setengah terbuka, seperempat menutup, dll.
Di atas ISC ada TP sensor atau Throttle Position Sensor (TPS) yang tugasnya membaca sudut bukaan skep gas. Keluaran TPS menjadi salah satu patokan bagi ECU untuk menentukan banyaknya bensin yang diinjeksikan. TPS pada dasarnya adalah potensiometer (variabel resistor) yang tersambung ke koin skep. Yang dibaca oleh ECU adalah keluaran pembagi tegangan si potensiometer.
Pada gambar di atas terlihat braket dudukan MAP Sensor atau Manifold Absolute Pressure sensor. Sensornya ke mana? Masih nempel di wiringnya, lupa difoto euy.. MAP sensor fungsinya membaca tekanan udara di dalam intake manifold yang menjadi parameter utama tingkat beban mesin. Mesin yang beban kerjanya rendah (low load) akan punya tekanan vakum yang tinggi, seperti di saat langsam sedangkan mesin yang sedang bekerja berat (high load), tekanan manifoldnya akan semakin mendekati tekanan atmosfer (menjauhi vakum). Tekanan ini berkaitan langsung dengan banyaknya bensin yang diinjeksikan juga. Pokoknya ada kaitan dengan formula jaman SMA yang P.V = n.R.T buat yang inget.. Sori ya ga gw jelasin panjang lebar.. Bisa jadi skripsi nih postingan ini kalo diterusin. Oh iya, sedikit saran nih.. Kalo beli mesin bekas, usahain jangan yang pake Air Flow Meter alias AFM ya. Cari yang pake MAP Sensor aja.. Lebih handal dan jarang rusak karena ga ada gerakan mekanisnya.
Selain MAP, terlihat juga ada EVAP Purge Valve. Ini bagian dari sistem emisi kendaraan yang intinya mencegah uap bensin dari tangki bensin terlepas ke udara bebas. Mobil offroad masa mikirin emisi?! Makanya EVAP Purge Valve ini gw buang dan jalur vakumnya gw sumbat.
Gambar sensor terakhir nih, janji deh..
Yang di atas itu namanya sensor O2 alias Oksigen. Fungsinya membaca kadar gas oksigen di dalam asap buang mesin. Teorinya sih kalau campuran bensin terlalu irit, ga semua oksigen yang masuk ke silinder bakal terbakar jadi masih ada yang lolos ke knalpot. Semakin banyak oksigen yang tidak terbakar berarti campuran bensinnya menjadi terlalu kering alias irit. Campuran yang terlalu kering pada dasarnya ga bagus mesin karena bakal bikin rentan ngelitik dan panas. Output dari si O2 sensor jadi masukan juga buat ECU untuk menentukan jumlah bensin yang diinjeksikan. Kalau terdeteksi campurannya terlalu kering, ECU bakal buru-buru memerintahkan injektor untuk menambahkan jumlah bensin yang disemprot.
Proses kerja gw bikin wiringnya mirip waktu bikin wiring EFI untuk si Tiger. Gw comotin seluruh konektor-konektor sensor yang diperluin dan gw colokin ke sensor-sensornya. Setelah itu kabelnya gw rapihin dan diikat jadi satu, kalau kepanjangan gw potong dan kalau kependekan gw potong juga. Hahaha.. ga deng, makin pendek dong. Kalo kependekan disambung lah.. Contohnya kayak gambar di bawah ini..
Bisa terlihat kabelnya gw kumpulin jadi satu dan gw urai. Berhubung ini mobil offroad yang bakal rajin berkubang di lumpur, ECUnya ditaruh di atap tengah supaya ga gampang kerendam. Kelihatan kan kalau kabelnya kurang pendek? Hampir semua kabel perlu gw panjangin supaya bisa mencapai ECUnya yang di atap.
Nih gambar posisi ECU-nya..
Relay-relaynya ditaruh di bawah dasbor kiri, di atas kaki navigatornya.
Gambar-gambar di atas gw ambil waktu baru kelar bikin wiringnya, jadi kabel-kabelnya masih seliweran belum dibungkus spiral. Sengaja karena gw perlu coba starter mesinnya dulu sebelum gw rapihin. Lumayan menegangkan juga sih pas mau coba hidupin mesinnya.. Rasanya beda dibandingin waktu ngoprek mesin gw sendiri soalnya kalau sampe ECU kebakar, ganti dooong. Hehe.. tapi sepertinya gw beruntung..
Di video di atas sempat ada masalah langsamnya terlalu tinggi tapi setelah ISC-nya dibongkar dan disemprot cairan pembersih sampai ga seret, langsamnya langsung normal. Namanya juga mesin bekas..
Buat yang penasaran bentuk Jimnynya, monggo.. Sangar ya? Radiatornya mana? Di belakang..
Total waktu gw untuk ngerjain mobil ini adalah seminggu, itupun gw sambi dengan kerjaan utama gw. Untung aja bengkelnya biasa kerja ampe malam jadi masalah penerangan cukup memadai untuk ngelembur. Nikmat bener ditimpuk duit segepok dari ngerjain hobi gw.. Akhir jelas ya guys kenapa si Tiger rada dicuekin kemarin..
Bagian ini ngebahas tentang pembuatan jalur oli masuk dan buang turbonya.. kalo orang "londo" nyebutnya oil supply & oil drain line.
Sebenernya pembuatan jalur oli ini harus bareng dengan saat turbonya naik ke mesin supaya turbonya ga kerja tanpa ada oli.. Kalo kasus gw, gw langsung bikin jalur oli di hari berikutnya setelah turbo naik. Sebelumnya gw jalanin motornya dengan keadaan wastegate turbo dipaksa ngebuka terus supaya putaran turbonya minimum.
Sebelumnya gw udah beli bak kopling Tiger bekas untuk dirombak, makanya buat yang teliti pasti liat kalo bak kopling gw warnanya belang. Untuk jalur oli masuk, prinsipnya sama dengan pembuatan jalur oil cooler. Jadi harus nyadap jalur oli yang ada tekanannya. Kebetulan gw ambilnya dari jalur yang mau naik ke noken as.
Dinding bak koplingnya lumayan tipis jadi jangan dibuat drat untuk baut nepel. Gw ngencengin baut nepelnya pakai mur tipis dari balik dindingnya. Masih cukup kok tempatnya untuk diselipin mur. Untuk jalur keluar dari bak gw pakai nepel banjo yang dijepit ring tembaga atas bawah.. Itupun masih bocor jadi akhirnya gw bantu tutup pakai lem plastic steel. Lho, jadi permanen dong? Iya.. makanya gw simpen bak kopling aslinya kalo nanti gw bosen pake turbo. Cek gambar di bawah, jalur oli masuknya pakai selang biru (bisa diklik kok gambarnya supaya lebih jelas). Gw pake selang 1/4 inch dari bekas selang kompresor udara. Yang jelas pastiin selangnya tahan suhu tinggi supaya ga gampang bocor. Oh iya, gw harus ngegeser tali koplingnya sedikit. Kalo ngga, bakal nabrak baut nipel olinya. Gampang kok, cuma bikin braket pemegang talinya yang panjangan pake besi pelat. Oh iya, mumpung sekalian buka bak kopling, cek sekalian kondisi kampas kopling. Gw akhirnya ganti kampas dan ganjal per koplingnya pakai ring yang dibuat dari per kopling bekas motor Ninja. Jangan sampai nanti motornya lari di tempat gara-gara kegedean torsi dari turbo..
Untuk jalur masuk di turbo, gw pake baut nepel M8x1.25, banjo dan ring tembaga sepasang atas-bawah.
Untuk jalur pembuangan oli dari turbo, gw las pipa alumunium di bagian bawah bak koplingnya. Jangan terlalu rendah posisi pipanya. Usahain masih di atas permukaan oli di karter. Jangan terlalu banyak tekukan dan jalur buangnya harus langsung dari turbo ke karter. Jangan ada bagian jalur yang naik-turun sehingga nampung oli. Kenapa? Karena pembuangan oli dari turbo itu cuma ngandelin gravitasi alias ga ada tekanannya. Kalo pembuangan olinya ga lancar, olinya bakal numpuk di turbo trus meresap keluar dari sil trus akhirnya kebakar di knalpot. Kalo sering nemuin asap putih pas langsam, biasanya itu salah satu ciri jalur buang yang kurang lancar.
Bedanya jalur oil cooler dan jalur oli untuk turbo cuma di bagian pembuangannya. Kalo oil cooler biasanya dibalikin lagi ke jalur yang bertekanan setelah sebelumnya dibuntuin dan ditap untuk jalur keluarnya ke oil cooler. Jadi seluruh jalur oil cooler itu ada tekanannya. Kalo di turbo, bagian yang bertekanan cuma pas jalur masuk.. jalur pembuangannya tidak ada tekanan jadi harus diarahin balik ke karter.
Ini hasil akhirnya..
Wuih, jadi udah kenceng mesinnya? Beloom.. sekarang tinggal bagian gw: ngubah ECU-nya supaya bisa baca tekanan turbo dan ganti injektor yang gedean..
Akhirnya nemu juga tukang knalpot yang mumpuni di Bandar Lampung.. Butuh waktu seharian dari pagi sampe sore buat bikin jalur knalpot dan intake ini yang kerennya disebut exhaust manifold dan charge pipe. Penempatan turbonya sesuai dengan rencana awal gw.
Sebelum ke tukang knalpot ini, gw udah bikin dulu flange (alias "plenes" kalo menurut lidah orang lokal) untuk jalur exhaust turbonya di tukang bubut. Sori ga ada foto flange-nya tersendiri tapi kalo udah liat turbonya pasti paham deh maksud gw. Sebenernya flange ini bisa dibikin juga di tukang knalpotnya kalo alat dan bahannya lengkap. Yang jelas minimal pake pelat 6mm deh biar mantep.
Ga banyak yang bisa diceritain tentang prosesnya.. Pertama bikin dulu jalur exhaust dari blok ke turbo. Usahain sependek mungkin dan jangan banyak tekukan biar kecepatan gas buangnya semaksimal mungkin sebelum sampai ke turbo. Tujuannya supaya meminimalisir turbo lag.
Setelah itu jalurnya dilas ke flange pertama. Nah, kalo udah sampai sini, mulai dipikirin deh buat bikin braket penyangga alias penguat supaya pipanya ga gampang patah gara-gara menopang berat turbo..
Setelah yakin turbonya duduk dengan manis dan mantap, lanjut ke jalur buang dari turbonya. Untuk jalur buang ini, sama aja prinsipnya: jangan banyak tekukan. Usahain diameternya semaksimal mungkin supaya gasnya lancar. Buat yang pakai peredam, pertimbangin untuk dibuang atau diganti peredam yang free flow supaya makin lancar. Tanpa peredam juga ga masalah kok.. Turbonya bakal meredam suara knalpotnya jadi ga terlalu bising.
Terakhir, bikin jalur intake alias charge pipe dari turbo ke throttle body. Lebih bagus lagi kalo bisa pasang intercooler di jalur ini tapi berhubung lagi "irit", gw ga pake intercooler. Mudah-mudahan ga ngelitik deh. Yang jelas, gw harus pastiin bahwa udara yang masuk ke turbo diusahakan sedingin mungkin (alias filter udaranya jauh dari sumber panas kayak blok mesin atau knalpot).
Untuk sekarang ini, jalur intakenya belum gw sambung ke throttle body karena emang gw perlu modif ECU-nya lagi supaya bisa baca tekanan udara dari turbo. Selesai tahap ini jangan kegatolan ngegeber mesinnya dulu. Kenapa? Karena turbonya belum ada jalur oli cuy.. Kita harus minimalisir putaran kipas turbonya supaya jangan sampai bearing-nya aus duluan sebelum kita bikin jalur oli. Jangan lupa wastegatenya dicabut dulu aja supaya gas buangnya langsung kebuang tanpa muterin turbinnya.
Sejak dikonversi ke injeksi, gw sering kepikiran masalah sistem pengisian akinya. Gw khawatir output alternatornya ga bisa mengimbangi tambahan beban dari alat-alat injeksinya. Apalagi kayaknya motor-motor injeksi keluaran pabrik biasanya pakai stator 3 fasa, ga kayak Tiger gw yang masih 1 fasa. Setelah gw perhatiin selama beberapa bulan ini, gw pede sebenernya pengisian Tiger masih cukup asal diet ketat. Diet gimana tuh maksudnya? Maksudnya, segala beban listrik yang ga perlu harus dihilangkan. Kalo ga bisa dihilangkan, paling ngga diminimalisir tanpa menghilangkan fungsinya..
Sebenernya Tiger gw udah cukup lumayan dietnya. Lampu rem dan seri udah berganti LED, lampu sein udah pakai watt yang kecil (saking kecil wattnya, flasher ori ga bisa bikin seinnnya ngedip dan gw harus ganti pakai flasher imitasi).. tapi masih ada satu faktor yang paling banyak makan daya: headlamp alias lampu utama. Headlamp gw pakai bohlam halogen H4 55/60 watt dan daya sebesar ini udah nyaris bikin spul pengisian gw kewalahan. Gw cek pakai voltmeter, tegangan aki gw cuma sekitar 10-11 volt saat langsam dengan kondisi headlamp dihidupin. Begitu gw matiin, tegangannya naik ke 12 volt lebih. Padahal sekarang kan lampu utama harus dihidupin terus walaupun siang..
Biar hati gw tenang, gw akhirnya beli Mini-Projector LED Luxeon 10 watt kayak di bawah ini..
Projector LED ini bakal gw tandem dengan lampu utama halogen. Lho kok ga dilepas aja halogennya? Gw belum yakin kalau LED punya daya pancar yang cukup buat dipakai ke daerah yang minim penerangan jalan seperti daerah luar kota. Jadi, lampu halogennya masih gw simpen buat keperluan darurat kalau melewati jalan-jalan yang gelap. Projector LED ini dipakai untuk siang hari dan jalan-jalan dalam kota yang penerangannya cukup. Ga butuh waktu lama, projector ini udah nangkring di motor gw.. Sori fotonya malem.. soalnya sekalian ngetest lampunya.
Projector LED ini gampang banget nyambunginnya.. Cuma ada dua kabel warna biru dan merah muda dan bisa disambungin langsung ke konektor lampu. Nyambunginnya boleh dibolak-balik, biru bisa ke (+) atau massa. Yang jelas, sebaiknnya projector ini jangan ditanam di dalam batok lampu. Bodi projectornya yang dari alumunium bukan sekedar berfungsi buat pelindung tapi juga untuk pendingin lampu LED-nya sendiri. Jadi sebaiknya dipasang di area yang sirkulasi udaranya bagus. Ga perlu relay buat masangnya karena arusnya kecil jadi ga ngebebanin kabel dan saklar aslinya.
Gimana hasilnya? Nih komparasinya.. Pertama, keadaan mati:
Dihidupin..
Contoh lain.. Keadaan mati, masih gelap gulita.. Suram..
Dihidupin.. langsung cerah..
Foto-foto di atas cuma ngidupin projectornya aja lho.. Lampu utama ga dipakai.. Lumayan kan? Penghematan watt-nya juga kerasa banget.. Gw berhemat 40 watt lebih (55 watt halogen vs 10 watt LED). Dari voltmeter juga keliatan.. Saat projectornya dihidupin, tegangan aki gw masih 12 volt lebih, turunnya kurang dari 0.5 volt. Bahkan sekarang gw bisa ngidupin mesin pakai dinamo starter dengan kondisi lampu hidup..
Gw sempet dapat beberapa email dari temen-temen yang menanyakan tentang pemasangan sistem injeksi ke motor. Kebanyakan menanyakan daftar part dan biaya yang terlibat untuk konversinya. Supaya temen-temen yang punya pertanyaan serupa juga bisa tahu, gw share di sini korespondensi emailnya:
Selamat Pagi Pak Edgar,
Sebelumnya salam kenal dengan saya Dian
Kebetulan beberapa waktu yg lalu saya search di internet mengenai efi for small engine
saya ada maksud untuk merubah system karbu pada motor merzy kz 200 saya menjadi efi,
ahirnya saya menemukan blog punya bapak dan setelah saya baca sepertinya bpk cukup expert untuk masalah konversi system efi ini.
Mohon sharing dan informasi mengenai mengenai kit yg bisa dipakai untuk konversi carbu ke efi untuk cc 350
sekilas ada kit dari ecotron tapi harganya mahal banget, siapa tau Pak Edgar punya tips dan trik untuk hal ini.
Demikian dan terimakasih banyak atas perhatian dan kesediaan sharing serta tips nya untuk konversi efi.
Thanks
Dian
Berikut ini jawaban dari gw:
Hihi ga usah pake pak ah..
Salam kenal juga ya bro (atau sis nih? Maap.. namanya ngebingungin).
Sebelumnya, gw harus nanya: udah yakin mau pakai EFI? Selain biayanya ga sedikit, secara performa sebenernya ga beda jauh dengan karbu yang setelannya optimal.
Kalau bicara masalah EFI lebih irit, karbu yg setelannya pas juga bisa irit kok..
Tapi kalo udah yakin mau ubah EFI.. ada dua bagian penting dari sistem EFI dan ini harus dibeli.. Gw jabarin ya..
1. ECU alias komputer.
Paling enak kalau ada mesin setipe yang udah injeksi (setipe maksudnya sama cc-nya dan sama karakteristiknya seperti jumlah klep, jumlah silinder, kompresi, langkah dan diameter bore).. Kita tinggal caplok keseluruhan sistemnya ke mesin kita. Masalahnya Merzy lo (dan Tiger gw) kan 200cc. Belum ada tuh motor lokal 200cc yang injeksi.. Paling adanya 150cc (Vixion) dan 250cc (CBR). Elo ga bisa langsung pakai ECU motor-motor itu di KZ200 karena nanti campuran bensinnya akan ngaco.. Kalo pakai Vixion bakal terlalu irit (panas dan rentan ngelitik), sedangkan kalau pakai CBR bakal terlalu boros (ga ada larinya, ngebrebet).
Jadi utk ECU, pilihannya:
- Opsi 1: Pakai ECU Vixion atau CBR trus nanti setelannya disesuaikan lagi pakai Piggyback. Gw ga terlalu paham merk2 Piggyback buat motor jadi ga bisa bantu banyak klo mau pilih cara ini.
- Opsi 2: Pakai ECU standalone seperti Megasquirt kyk gw. Skrg ini kalau ga salah ada ECU standalone utk Vixion.. Coba buka Facebooknya VJ Racing Speed. Dia jual tuh kalo ga salah..
- Opsi 3: Pakai ECU Vixion atau CBR trus injektornya disesuaikan.. Misalnya elo pakai ECU Vixion, berarti elo ga boleh pakai injektornya Vixion juga karena bakal terlalu irit. Coba cari injektor yang flow ratenya di atas punya Vixion. VJ Racing Speed juga jual tuh. Merknya MAXTREME.. Cara ini secara prinsip sama dgn pemakai Vixion yang ngeboreup jadi 200cc.. Tapi gw ga saranin pakai cara ini karena ga presisi. Mungkin aja di putaran bawah udah sesuai.. tapi bisa aja di putaran atas masih ngaco. Atau sebaliknya, putaran atas OK, putaran bawah ngaco.
Kalau bisa nyolder, bagusnya sih pilih Megasquirt.. Harga kit-nya US$157, belom ongkos kirim ke sini dan bea cukai. Kalau mau beli jadi rakitan lokal juga ada tapi yang pasti lebih mahal. Yang bikin di sini itu namanya Nurik. Terakhir dia jual klo ga salah 4.7 juta. Coba cek dulu ECU Standalone Vixion punya VJ Racing Speed.. Siapa tau lebih murah..
2. Perangkat Pendukung Injeksi.
Klo gw ambil perangkat ini semuanya dari punya Vixion seperti:
- Fuel pump
- Injektor
- Intake manifold
- Throttle body assy (yang bentuknya kyk karbu)
- Sensor-sensor
Kemarin gw habis 2.5jt buat beli perangkat pendukung ini (di luar harga ECU ya). Gw beli baru semua karena nyari copotan ga nemu..
Paling utama, tentuin dulu mau pakai ECU apa karena nanti yang lainnya akan ngikutin.. Misalnya kalau mau pake ECU Vixion, berarti hrs bikin tonjolan pulser di magnet atau caplok magnet Vixion..
Kalo msh ada pertanyaan, silahkan ya..
Berikut beberapa catatan tambahan dari gw:
1. Untuk masalah piggyback, gw bukan bicara "piggyback" yang modelnya kenop putaran kayak kitnya Koso Injection Control di bawah ini.
Alat di atas bukan piggyback yang ideal karena memanipulasi campuran bensin di seluruh range RPM mesin mulai dari langsam sampai putaran atas. Ujung-ujungnya nanti malah mengorbankan salah satu range. Misalnya sebelum pasang piggyback, kondisi campuran-bensin-udara mesin kita sudah ideal di putaran bawah sedangkan putaran atasnya terlalu kering. Dengan alat Koso di atas ini, kita bisa memperbanyak jumlah bensinnya supaya putaran atasnya ideal dengan memutar kenopnya ke arah "Rich" tapi akibatnya putaran bawahnya juga akan bergeser sehingga menjadi terlalu basah.
Bagaimana dengan menyetel CO di ECU Vixion pakai alat Yamaha FI Diagnostic Tool? Sama aja. Setelan CO ini juga berlaku di seluruh range RPM mesin sehingga nanti ada range tertentu yang harus dikorbankan.
Piggyback yang ideal harus punya fuel map yang bisa diprogram. Seperti yang gw bilang, gw ga paham merk-merk piggyback di motor.. tapi untuk mobil, salah satu merknya adalah Dastek. Gw yakin bisa diterapin ke motor kok.
2. Opsi 3 dari email gw di atas juga sebenarnya kurang bagus. Kasusnya sama aja. Dengan mengganti injektornya saja, kita bakal mengorbankan salah satu range RPM karena penggantian injektor yang lebih besar akan memperkaya campuran bensin di seluruh range putaran mesin.
3. Kalau setelan karburatornya sudah pas, jangan berharap ada peningkatan tenaga yang signifikan kalau mesinnya diubah ke injeksi. Sebenarnya injeksi atau karbu itu sama aja fungsinya: memastikan mesin disuplai bensin sesuai kebutuhan. Kalau dengan karbu saja mesinnya sudah dapat yang dia butuhkan, diubah ke injeksi tidak akan dapat kenaikan performa.
4. Sebenarnya yang paling menaikkan torsi mesin adalah memajukan timing pengapian, bukan memainkan campuran bensinnya. Jadi, kalau mau konversi ke injeksi dan tujuannya adalah menaikkan performa, usahakan sistem yang dicaplok juga bisa memanipulasi timing pengapiannya (selain memanipulasi campuran bensin). Yang ngikutin blog gw pasti udah tahu untuk saat ini Tiger gw masih mengandalkan timing pengapian aslinya. Jadi sistem gw saat ini bisa disebut sebagai "fuel only", bukan "fuel and spark". Gw masih nyari magnet Tiger copotan lagi supaya bisa ngubah sistem gw ke "fuel and spark". Memanipulasi timing juga bisa pakai CDI programmable.. Jadi tinggal pilih, mau pakai ECU (atau piggyback) yang bisa memanipulasi pengapian sekaligus campuran bensin ATAU ECU-nya mengendalikan campuran bensin saja dan ditandem dengan CDI programmable.
5. Alasan gw ubah mesin gw ke injeksi sebenarnya karena gw mau pasang turbo. Turbo butuh campuran bensin yang presisi supaya resiko lean-out (dan jebol..) bisa diminimalisir dan satu-satunya cara untuk menyetel campuran bensin dengan presisi adalah dengan konversi injeksi. Selain itu, ketika turbonya ngeboost, timing pengapian juga harus dimundurkan supaya tidak ngelitik.. makanya gw harus bikin sistem gw jadi "fuel and spark" dulu sebelum naik turbo (kecuali nekat.. Hahahaha)
Mudah2an ini bisa ngebantu nambah pengetahuan buat yang sedang menimbang-nimbang untuk konversi ke EFI.
Buat yang terbiasa pakai ECU Megasquirt, pasti pernah denger Shadow Dash MS. Shadow Dash MS adalah aplikasi untuk hape atau tablet Android yang memungkinkan kita tersambung ke ECU Megasquirt lewat Bluetooth (BT) sehingga bisa melihat parameter kondisi mesin dan bacaan sensor seperti RPM, temperatur udara, tekanan manifold, derajat bukaan skep gas dan lain-lain. Ga cuma melihat tapi juga bisa merekam alias nge-log seluruh parameter-parameter tersebut yang nantinya bisa kita analisa untuk makin menyempurnakan settingan mesin. Buat yang terbiasa nge-tune ECU sendiri pasti udah kebayang enaknya bisa nge-log parameter mesin secara otomatis tanpa ribet megangin laptop, apalagi buat pengendara motor. Kita tinggal konek ke ECU lewat BT, mulai ngelog trus tinggal nyemplak motor seperti biasa.
Supaya bisa konek ke ECU Megasquirt lewat BT, kita perlu bikin adaptor Serial-to-BT dulu. Gw udah cukup lama nyari yang jual adaptor ini tapi ga berhasil nemuin. Di luar negeri (baca: Ebay) sih banyak.. tapi harganya juga lumayan, sekitar USD 60-70, belum ongkir dan bea cukai ke sini. Nampol juga kan? Ini contoh adaptornya.. Google aja "Bluetooth Serial Adapter" buat info lebih lanjut.
Beberapa hari lalu pas lagi iseng-iseng liat gambar BB17 di Kaskus, gw nemu modul Bluetooth yang biasa dipakai pehobi mikrokontroller di forum FJB. Harganya cuma 95 ribu di luar ongkir. Murah sih.. tapi ga bisa langsung dipakai ke Megasquirt, perlu ada sedikit solder-menyolder.. Ini bentuk modulnya yang gw terima..
Tipe modulnya HC-05, ukurannya ga sampe sejempol tangan gw. Kenapa ga bisa langsung dipakai di Megasquirt? Alasannya:
1. Harus disuplai tegangan 3.3V padahal Megasquirt pakai tegangan 5V untuk IC dan sensornya. Mungkin ada yang nekat dan langsung suplai 5V? Kasih komen ya kalo sukses.
2. Keluaran konektor serial Megasquirt pakai sinyal RS232 yang nilainya sekitar +10V untuk Low dan -10V untuk High sedangkan modul ini pakai sinyal TTL yaitu 3.3V untuk High dan 0V untuk Low. Buat yang paham skematik Megasquirt pasti udah tahu solusi simpel untuk masalah ini: sadap keluaran dari Mikro Hitachi ke IC MAX232 di dalam MS-nya. Gw kurang sreg cara ini karena berarti harus ngebuka lagi ECU Megasquirtnya. Lagipula gw pengen modul Bluetooth ini bisa dipindah-pindah antara ECU mobil Charmant dan motor Tiger gw.
Supaya bisa dicolok langsung ke konektor serial di ECU MS-nya, gw perlu bikin rangkaian kayak gini.. Sori jelek gambarnya.. Cuma modal kertas ama bolpen. Wkwkwk..
Prinsip kerja rangkaian ini sebenernya cuma ngubah sinyal RS232 keluaran ECU MS supaya balik lagi ke level sinyal TTL. Di sini gw pakai IC yang sama dengan yang dipakai oleh MS yaitu MAX232. IC ini disuplai tegangan 5V dari pin 1 konektor serial MS. Dioda Zener 3.3V dan resistor 8.2 Ohm membentuk regulator tegangan 3.3V untuk suplai daya ke modul BT-nya. Resistor 1K2 dan 2K2 membentuk pembagi tegangan supaya sinyal keluaran R1OUT dari MAX232 diturunkan dari 5V ke 3.3V sehingga aman buat modul BT-nya. Pastiin juga wiring-nya harus disilang, artinya sinyal TX dari MS harus dimasukin ke RX modul BT-nya, setelah sebelumnya dikonversi ke TTL oleh IC MAX232, begitupun RX dari MS harus dikoneksikan ke TX dari modul BT-nya.
Dari modul BT-nya, kita cuma perlu 4 pin:
Tegangan Suplai 3.3V = pin 12
Ground = pin 13 atau 21 atau 22.
TX = pin 1
RX = pin 2
Setelah dua jam main solder ama timah, ini hasilnya..
Bikin kabel konektornya dan colokin ke ECU motor gw untuk percobaan..
Buka aplikasi Shadow Dash, hidupin motor, konek ke modul BT-nya (secara default namanya HC-05 dan pinnya 1234).. SUKSES! Sori ga ada videonya.. Gimana mau bikin video, hape gw kan dipakai buat aplikasi Shadow Dashnya?! Buat yang penasaran, ini contoh video dari si pembuat aplikasi Shadow Dash MS-nya..
Setelah sukses, gw bungkus modulnya pakai isolasi (susah nyari kotak buat rumah modulnya cuy..) dan gw simpen di bawah jok bareng ECU-nya. Sekarang gw bisa monitor ECU-nya tanpa perlu buka jok!
Keren-keren juga tampilan Shadow Dash MS ini.. Berikut contoh hasil capture dari hape gw..
Oh iya, sedikit catatan. Baudrate Modul BT HC-05 ini secara default diset ke 9600 baud/s dan ini langsung bisa dipakai ke ECU MS1. Buat MS2 dan MS3, baudratenya perlu diubah 115200 baud/s. Kita perlu konek ke modul ini lewat serialnya dan ubah konfig baudratenya lewat AT Command. Caranya googling aja ya..